21 May 2021 Blog

Ini Rahasia Aice Rajai Bisnis Es Krim di Indonesia, Inovasi dan Strategi Pemasarannya Unik!

Bagikan

Profesor dan guru marketing dunia Philip Kotler dalam bukunya berjudul Never Stop Winning through Innovation-led Productivity (2020) pernah menulis: 

“Ada perusahaan yang ahli dalam salah satu hal, antara inovasi atau pemasaran. Tetapi salah satu saja tidak cukup. Jika perusahaan hanya ahli dalam pemasaran, masalah akan muncul: pelanggan akan berubah, mereka akan selalu memiliki keinginan baru.

Karenanya Anda membutuhkan inovasi. Terutama agar perusahaan selalu siap menyediakan hal baru dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang sama.”

Ulasan Philip Kotler ini menarik dan bisa jadi pas untuk memotret kiprah Aice di bisnis es krim di Indonesia.

Masuk ke pasar sebagai benar-benar pendatang baru di 2015 dengan mengakuisisi perusahaan es krim lojal PT Alpen Food Industry, Aice perlahan menguasai pasar es krim di Indonesia.

Perusahaan ini mengelola 3 pabrik es krim masing-masing di Cikarang, Jawa Barat, Ngoro di Mojokerto, Jawa Timur, dan di Medan.

Tiga pabrik ini memasok kebutuhan es krim ke berbagai wilayah dai Pulau di Indonesia.

Memang, sejak mengakuisisi Alpen Food Industry, produsen es krim Aice Mochi dan Aice Susu Telur ini langsung gas pol dalam pengembangan dan pemasaran.

Langkah pemasaran pertama yang dilakukan adalah penguatan rantai pendingin, jaringan distribusi, dan pemasar kecil serta tradisonal (UMKM).

Plus strategi Aice Group menetapkan produk yang inovatif dan pertama di pasar Indonesia serta strategi harga yang tidak mengambil margin besar sehingga inline dengan daya beli masyarakat Indonesia.

Ratusan distributor berskala besar plus lebih dari 250 ribu warung yang menjual es krim Aice di semua sudut kampung hingga kota Indonesia menjadi big push pertama buat produsen es krim Aice menjadi semakin mantap di industri es krim Indonesia.

Tentunya ini bukanlah perkara yang mudah. Semua pelaku pasar yang berjaringan pemasaran besar dan mencapai segmen menengah bawah tentunya paham bahwa problem capex yang sangat besar sudah menunggu. Terlebih bagi para pemain baru di pasar retail.

Belum lagi, pemain baru akan menemui kesulitan melakukan upaya konversi ataupun komplementer di poin penjualan warung atas produk es krim Aice.

Untuk urusan ini, Aice berhasil dan terlihat dari jumlah ratusan ribu jaringan distribusi yang dimilikinya.

Perusahaan ini juga menerapkan resep kerjasama B2B dan model konsinyasi yang pas dengan pewarung, didukung dengan banyaknya warung yang masuk dalam jaringan pemasar tradisionalnya yang mencapai 250 ribu outlet

Konsekuensi capex yang sangat besar bukan hanya ada di soal pengadaan ratusan ribu freezer, distributor juga harus memiliki gudang penyimpanan yang cukup banyak dan besar di banyak simpul wilayah pemasaran.

Karakter produk yang harus selalu dingin juga membuat sarana transportasi yang mesti disediakan tentu akan memakan biaya modal dan operasional yang lumayan besar.

Kombinasi dari strategi Aice melakukan “revolusi es krim untuk semua lapisan konsumen” dan kejelian melihat daya beli di segmen pasar tengah dan bawah, mengakselerasi volume penjualan Aice dalam lima tahun terakhir ini.

Harga Terjangkau

Selama ini es krim diposisikan oleh produsen sebagai jajanan mewah dan cukup menguras kantong untuk pengeluaran harian konsumen.

Persepsi yang itu dibongkar Aice dengan memainkan strategi volume dan harga jual yang terjangkau.

Mereka juga menempuh strategi lain dengan menghasilkan produk pelopor, dimana Aice telah meluncurkan berbagai varian es krim pertama kalinya di pasar Indonesia, seperti Aice Mochi, Sweet Corn dan Double Chocolate Crispy.

Untuk mempertahankan karakter produk dan brand-nya dalam jangka panjang, Brand Manager Aice Group Sylvana menyatakan, perusahaannya ingin selalu dikenal masyarakat sebagai es krim yang selalu punya inovasi dan menjadikan “yang pertama selalu dari Aice”.

Wanita yang juga dikenal publik dalam banyak momen pembagian jutaan masker medis ke grassroot di masa pandemi ini, mengatakan bahwa strategi pemasaran yang dijalankan perusahaannya adalah buah dari proses bisnis sejak tahap penemuan atau inovasi.

Menurut Sylvana, kesuksesan berbagai varian produknya tidak melulu disebabkan oleh faktor harga atau beberapa resep pemasaran saja tapi juga inovasi produk.

“Varian Aice Mochi adalah contoh kekuatan inovasi tinggi produk kami. Kulit mochi yang kenyal dirasakan konsumen adalah hasil dari inovasi pengolahan yang cukup high-end. Adonan kulit Mochi dengan proses produksi ditumbuk puluhan ribu kali untuk mendapatkan kulit mochi dengan tekstur dan kekenyalan yang sempurna,” ungkap Sylvana.

Cara pengolahan yang sesuai dengan tahapan resep tradisional ini akhirnya mampu menghasilkan kulit yang kenyal ketika dinikmati konsumen. Inovasi dalam produk Aice Mochi ini mungkin menjadi alasan mengapa hingga kini Aice Mochi menjadi salah satu produk unggulan Aice yang sangat disukai masyarakat.

Selain di Mochi, perusahaan asal Singapura ini menjadi pelopor untuk es krim rasa jagung dengan bentuk jagung di Indonesia. Aice Sweet Corn sangat disukai konsumen karena lapisan kulit jagung yang sangat mirip dengan jagung asli.

Kulit Aice Sweet Corn dinilai konsumen lebih wangi dan memiliki aroma smoked di bagian kulit. Inilah yang membuat rasanya klop dengan isian es krim rasa jagung saat lumer di mulut konsumen.

Menurut Sylvana, Aice Double Chocolate Crispy adalah salah satu best seller Aice di pasar.

“Es krim varian ini adalah contoh inovasi lain dari Aice. Produk ini memelopori double chocolate dan double crispy di pasar es krim kita. Dengan teknologi produksi yang kami miliki, Aice bisa meletakkan lapisan pertama cokelat yang krispi di lapisan paling luar es krim. Lalu kami letakkan lagi lapisan kedua cokelat yang crispy sama persis di tengah-tengah es krim,” jelas Sylvana.

Seperti kutipan atas ahli pemasaran dunia Philip Kotler di awal tulisan bahwa pada akhirnya setiap entitas usaha harus memodali diri dengan inovasi, Aice juga melakukan hal yang sama.

Sedari awal merintis bisnis es krim di Indonesia, mereka melengkapi semua produk dengan inovasi yang tinggi untuk menemukan kualitas produk yang terbaik dan mampu menjawab keinginan baru konsumen.

Source: tribunnews


Berita Lainnya